Oleh : Dito Anshori
Komunitas
Angs Circle menggelar diskusi dan nonton bareng taxi driver di Aula student
center UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Sabtu (31/03/2018). Diskusi sendiri
bertemakan tentang Militerisme.
Komunitas
Angs Circle menggelar diskusi dan nonton bareng film Taxi driver di aula
student center UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Pemateri dalam diskusi ini di
isi oleh Ketua Aji Bandung, Iqbal Tawakal dan F sedar, Sherr Rin. Dalam diskusi
ini komunitas angs circle membahas tentang militerisme di kampus ini.
Ketua
pelaksana, Abdul Hamid memberikan alasan mengapa memilih film taxi driver
karena berkaitan dengan militerisme yang ada di gwangju. Hamid menjelaskan
dalam diskusi ini, komunitasnya ingin mengajak mahasiswa untuk berdiskusi
tentang militerisme.
“karena
jarang membahas militerisme, khususnya di kampus UIN dan kebetulan ada film
taxi driver yang menceritakan konflik militer di Gwangju.” Ujaranya.
Film
ini menceritakan kisah pahit kediktatoran militer yang terjadi di Gwangju pada
bulan Mei tahun 1980. Ratusan penduduk dibunuh, dan mereka yang melakukan aksi
protes langsung ditindak dengan kejam. Namun penulis dan sutradara film ini
menceritakan sejarah naas tersebut dari sisi seorang supir taksi yang berasal
dari Seoul dan mengemasnya dengan sangat apik sehingga peristiwa kelam tersebut
dapat diceritakan kepada generasi muda dengan cara yang hangat dan menyentuh
hati.
Kim
Man Seob yang diperankan Song Kang Ho seorang supir taksi Seoul yang mengalami
kesulitan keuangan. Ia tidak mampu membayar biaya sewa rumah yang ditempatinya.
Istrinya telah meninggal karena menderita sebuah penyakit dan ia hanya hidup
bersama dengan anak perempuannya yang berusia 11 tahun. Karena kondisi ekonomi
mereka, Kim
Man Seob bahkan tidak dapat membelikan sepatu baru untuk anaknya.
Jurgen
Hinzpeter diperankan Thomas Kretschmann seorang reporter yang berasal dari
Jerman yang telah bertahun-tahun bertugas di Jepang hingga ia telah merasa
jenuh. Saat ia mendengar bahwa terdapat sebuah aksi protes dan junta militer di
Gwangju, tanpa pikir panjang ia langsung berangkat ke Korea untuk meliput
peristiwa bersejarah tersebut.
Dalam
perjalanan mengantarkan Jurgen Hinzpeter ke Gwangju, seluruh akses jalan menuju
Gwangju telah diblokade oleh pasukan tentara. Namun karena iming-iming bayaran
mahal, maka ia mencari segala cara untuk bisa mengantar Jurgen Hinzpeter sampai
ke tujuan dan kemudian kembali lagi ke Seoul pada malam harinya.
Kondisi Gwangju pada hari itu cukup berbahaya. Semua jalan diblokade, sambungan telepon diputus, aksi protes masyarakat dibungkam dengan sadis, dan wartawan tidak dibiarkan untuk memberitakan apa yang saat itu sedang terjadi disana. Sesampai di Gwangju, Hinzpeter langsung bertemu dengan rombongan mahasiswa yang akan melaksanakan aksi protes.
Kondisi Gwangju pada hari itu cukup berbahaya. Semua jalan diblokade, sambungan telepon diputus, aksi protes masyarakat dibungkam dengan sadis, dan wartawan tidak dibiarkan untuk memberitakan apa yang saat itu sedang terjadi disana. Sesampai di Gwangju, Hinzpeter langsung bertemu dengan rombongan mahasiswa yang akan melaksanakan aksi protes.
Petualangan
Hinzpeter untuk meliput aksi junta militer dan aksi protes tersebut akhirnya
dimulai. Ia lalu menjadi buronan pemerintah setempat dan terancam dibunuh
karena aksinya meliput keadaan di Gwangju. Gu Jae Shik yang ikut membantu Hinzpeter
berhasil ditangkap oleh tentara berbaju preman dan dibunuh.
Karena
taksi Kim Man Seob mogok, mereka terpaksa menginap di Gwangju. Hwang Tae Sool
berbaik hati mengajak mereka untuk menginap dirumahnya. Namun Kim Man Seob
terus teringat pada anaknya yang sendirian dirumah. Ia merasa bahwa ini semua
adalah keputusan yang salah. Pada saat subuh, Kim Man Seob pergi meninggalkan
Gwangju dan Hinzpeter. Ia ingin selamat dan bisa kembali menemui anaknya.
Dalam perjalanan, ia mengalami pergolakan batin, ia ingin pulang, namun di satu sisi ia tidak bisa meninggalkan Hinzpeter terancam dibunuh di Gwangju. Hati nuraninya lalu berkata bahwa ia harus kembali ke Gwangju untuk menyelamatkan Hinzpeter agar berita tentang kondisi di Gwangju dapat disiarkan ke seluruh penjuru dunia.
Dalam perjalanan, ia mengalami pergolakan batin, ia ingin pulang, namun di satu sisi ia tidak bisa meninggalkan Hinzpeter terancam dibunuh di Gwangju. Hati nuraninya lalu berkata bahwa ia harus kembali ke Gwangju untuk menyelamatkan Hinzpeter agar berita tentang kondisi di Gwangju dapat disiarkan ke seluruh penjuru dunia.
Para
penonton dan peserta memberikan apresiasi terhadap film ini. Bagi Abdul Hamid,
dirinya ingin mengajak mahasiswa untuk berdiskusi lagi di kesempatan berikutnya
untuk menambah teman dan informasi pengetahuan.
“Kami
ingin mengajak teman-teman di luar komunitas kami untuk datang dalam diskusi
untuk menambah teman dalam diskusi kami.” pungkasnya.